Selepas musibah banjir yang melanda Solo (26/12/2007), tiba-tiba pintu air Waduk Gajah Mungkur Wonogiri menjadi fokus liputan beberapa radio swasta di Solo. Ada yang menerjunkan reporter, tetapi ada juga yang hanya mengandalkan nara sumber penduduk lokal yang nampak tidak menguasai masalah. Isi liputan mereka nampak bias, sangat menyederhanakan masalah, di mana seolah dibuka atau ditutupnya pintu air waduk itu sebagai penyebab utama terjadinya (atau tidak terjadinya) banjir di Solo.
Pintu Sedang Dibuka. Dua dari empat pintu air waduk Gajah Mungkur sedang dibuka. Foto diambil Minggu, 30/12/2007.
Waduk di pagi hari. Dengan latar depan deretan alat-alat berat, yaitu back hoe yang digunakan untuk mengeruk lumpur yang mempercepat pendangkalan, panorama waduk Gajah Mungkur nampak cukup asri di pagi hari.
Reportase radio itu sama sekali tidak menyinggung adanya belasan anak-anak sungai Bengawan Solo antara Wonogiri-Solo yang jauh lebih banyak menyumbang luapan air ketika hujan deras terjadi. Ingat, akibat perubahan iklim telah membuat curah hujan berlangsung lebih pendek waktunya tetapi dengan curahan yang berlipat-lipat kuantitas dibanding sebelumnya. Sementara itu kuantitas aliran air ketika pintu waduk Gajah Mungkur dibuka diperkirakan hanya sebesar 16 persen saja. Terlebih lagi proses buka dan tutup pintu air itu tentu dilakukan secara terukur dan bertanggung jawab.
Saya berharap pemberitaan yang dangkal dan bertendensi menciptakan horor dari radio-radio swasta itu harus diakhiri dan diganti dengan pemberitaan yang lebih komprehensif, bersifat edukatif dan bertanggung jawab.
Bambang Haryanto
Jl. Kajen Timur 72 Wonogiri 57612
Warga Epistoholik Indonesia
Catatan : Surat pembaca ini dengan penyuntingan redaksi telah dimuat di Kompas Jawa Tengah, Senin, 31 Desember 2007.
No comments:
Post a Comment