Friday, June 27, 2008

Radio KaravanFM Solo Kini Tinggal Desisan !

Oleh : Bambang Haryanto
Email : wonogirinews (at) yahoo.com


Kabur Koneksi. Sudah seminggu lebih Radio KaravanFM Solo hanya berupa desisan saat ditangkap siarannya di Wonogiri. Jadi akhir Juni 2008 ini praktis saya tidak bisa mendengarkan siaran Radio BBC Siaran Indonesia di pagi hari yang biasa direlai oleh radio Solo itu.

Aneh juga situasi seperti ini. Di negara yang bukan bersifat otoriter, sebuah media justru menghilang dengan sendirinya. Apakah karena kalah bersaing dalam ranah bisnis ? Boleh jadi. Tetapi radio yang punya siaran stereo, bahkan kualitas suaranya terbaik di antara radio-radio Solo yang bisa tertangkap di Wonogiri, nyatanya kini tinggal hanya berupa desisan.

Rasa penasaran itu yang membuat saya mengirimkan SMS kepada Elina. Dia adalah pimpinan Radio BBC Siaran Indonesia yang berkantor di Jakarta. Tepatnya di Jl. Diponegoro. Gedung bank Jerman, seberang Hotel Mandarin. Shelter bis di depannya adalah tempat saya menunggu bis 210 (Rawamangun-Grogol) atau 38 dan 39 (Blok M-Rawamangun) bila hendak pulang setelah mencari-cari buku di Times Book Store di Indonesia Plasa.

Ritus menunggu bis ini terjadi sejak tahun 1980 hingga tahun 1998, saat saya kemudian memutuskan pulang kampung ke Wonogiri. Mengambil slogan kampanye kandidat cagub-cawagub PDIP di Pilgup 2008 Jawa Tengah, Bibit Rustri, yang berbunyi “Bali Deso, Bangun Deso” (Kembali ke desa, membangun desa), maka saya mempraktekkan plesetannya : “Nganggur neng kuto, bali neng deso”. Menganggur di kota, lebih baik kembali ke desa. Slogan plesetan itu juga cocok untuk Bibit Waluyo juga. Ia yang gagal di Pilgub DKI Jakarta, lalu sukses di Jawa Tengah, propinsi asalnya.

Kembali SMS saya ke Elina. Isi SMS saya itu tentu mengeluhkan hilangnya sinyal Radio KaravanFM itu. “Apa mereka bangkrut?” sergah saya. Elina tak menjawab. Saya menemukan jawab ketika tanggal 25 Juni 2008 saya ke Solo. Saya menghidupkan radio di HP saya, ternyata Radio KaravanFM itu masih mengudara.

Yang bikin aneh, kalau saya tak salah, kualitas sinyalnya jauh lebih jelek. Rasanya tidak stereo lagi. Katakanlah, hanya 40 persen dibanding kualitasnya yang lalu. Begitu saya semakin menjauh dari Solo, ke arah selatan, sinyal itu makin memburuk. Sampai di Sukoharjo (16 km dari Solo), sinyal itu hanya berkualitas 25 persen. Sampai di Wonogiri, habis, tinggal desisan semata.

Baiklah. Di pagi hari kini saya harus menerima realitas bahwa tak lagi bisa menguping BBC. Bisa sih, bila mau menghidupkan pesawat radio yang memiliki gelombang pendek. Tetapi radio itu, dengan ukuran 70x20x20 cm dan berat 4 kilogram itu jelas tidak kompatibel bila didengarkan sambil menjalankan ritus jalan kaki pagi. Misalnya dipasang di tas punggung dan sampai rumah, setelah berjalan sepanjang 3-4 kilometer, bisa-bisa tulang belakang saya bisa-bisa malah cedera !

Masih untung, sekitar 1-2 bulan yang lalu, relai siaran BBC itu juga telah disiarkan di Radio SoloposFM, di petang (jam 18.00) dan malam hari (20.00). Walau kualitas suaranya tidak sejernih KaravanFM, tetapi radio yang dibosi Soewarmin (“kami berdua dan rombongan dari Solo pernah sama-sama dilempari batu oleh bonek saat menjadi suporter sepakbola ke Surabaya, 6 April 2000”), tetapi radio ini cukup bisa diandalkan.

Ketepatan waktunya untuk siaran, keajegan, disiplin, jauh lebih baik dibanding radio KaravanFM yang dibosi David Handoko itu ketika mengudarakan BBC Siaran Indonesia selama ini.

Selamat tinggal Radio Caravan FM Solo !


rg