Saturday, October 24, 2009

Kajen, Kompor dan Komputer

Oleh : Bambang Haryanto
Email : wonogirinews (at) yahoo.co.id


Nostalgia 10 tahun. “Saya harus juara dan merenggut hadiah I, sebuah komputer !” Itulah impian saya (Bambang Haryanto) sebagai finalis Lomba Karya Tulis Teknologi Telekomunikasi & Informasi (LKT3I) III/1999 yang diselenggarakan PT Indosat. Untuk tampil ke Jakarta saya diberi tiket pesawat pulang-pergi.

Impian kandas. Saya tetap Juara 1, tetapi harapan. Dapat cek senilai 1,6 juta rupiah. Saat itu tak bisa untuk membeli komputer. Saya pindah haluan. Tak dapat komputer, dapatnya kompor (foto). Seharga 100 ribu. Merek Butterfly. Untuk masak sehari-hari.

Tetapi di tahun 2009 ini, sepuluh tahun kemudian, my favourite kerosene stove is dying. Kompor saya itu nafasnya tinggal menghitung hari. Sekarat. Karena harga minyak melambung. Stoknya pun semakin dibatasi. Kalau beli, harus mau antri di mana-mana.

Keajaiban terjadi, ketika sekitar bulan Mei 2009, Bhakti “Nuning” Hendroyulianingsih, menjadikan rumah Kajen sebagai pangkalan minyak tanah. Putranya, Yudha (foto) dan dirinya, kadang ikut melayani. Sehingga kesulitan memperoleh mitan, bagi saya teratasi. Tetapi jatah dari atas, yang semula 4 drum, di bulan Oktober 2009 ini tinggal satu atau dua drum saja.

Akibatnya, halaman rumah Kajen setiap hari dihiasi berderet-deret jeriken minyak dan riuhnya para pembeli yang antri. Sebagian besar, para tetangga. Kalau pertemuan trah mampu membuat kita seolah linggo-lico, lali tonggo-lali konco, tetapi bisnis salah satu warga trah kita ini tidak melupakan mereka. Berusaha dibagi secara adil untuk kebaikan bersama.

Bagaimana kalau jatah itu benar-benar berhenti ? Kompor saya akan menjadi benda kenangan. Mungkin saya akan mempelajari bagaimana biji avocado, yang tumbuh lebat setiap Oktober di Kajen ini, bisa diolah menjadi bahan bakar nabati. Tetapi itu cerita lain kali.