Oleh : Bambang Haryanto
Email : wonogirinews (at) yahoo.com
Barack Obama itu sebenarnya asli wong Wonogiri.
Cek saja Wikipedia.
Tetapi sebelum rumah saya di Kajen terancam dikrutuki batu oleh orang Kenya, orang Hawaii dan pendukung fanatik Obama dari Amerika Serikat, saya harus memberikan alasan dulu atas klaim saya di atas.
Coba ingat, apa saja nama makanan Indonesia yang disebut khusus oleh Obama. Baik waktu di perjamuan makan malam di Istana Negara. Atau pun saat tampil di kampusnya Mas Mujtahid, di Balairung Kampus Universitas Indonesia, Depok.
Nasi goreng.
Sate.
Bakso.
Emping.
Krupuk.
Di Wikipedia, dari lima makanan tersebut ada dua yang disebut menonjol sebagai makanan khas Wonogiri. Bakso dan emping. Bahkan untuk bakso, lema itu berbunyi : "Makanan khas lain adalah bakso dan mie ayam Wonogiri yang memiliki citarasa khas. Makanya di Jakarta banyak sekali tukang bakso atau mie ayam dari Wonogiri, namun sayang kalau membeli di Jakarta rasanya jauh tidak enak."
Jadi, pidato Obama itu sebenarnya menunjukkan perasaan kerinduan atau keinginan dirinya untuk bernostalgia tentang Wonogiri. Mungkin saja, itu menunjukkan betapa dirinya adalah benar-benar asli wong Wonogiri.
Untuk klaim terakhir ini, kita bisa menyimak lelucon dari komedian politik AS terkenal, David Letterman. Agar saya tidak dikira sedang berbohong, merekayasa,inilah kutipan aslinya : "President Obama went to India, South Korea, then Japan. He's going to keep traveling until he finds his birth certificate."
Kalau Anda sempat mengikuti perjalanan karir Obama, banyak warga AS yang meragukan Obama sebagai warga asli AS. Menurut mereka, akta kelahiran Obama itu meragukan. Malah muncul kelompok bernama birther yang secara terang-terangan menyuarakan hal itu. Bahkan seperti dalam foto di bawah ini, keraguan itu dipajang sebagai baliho di jalan-jalan raya.
Ada yang menduga Obama itu asli kelahiran Kenya, tanah kelahiran bapaknya.
Yang lain bersikeras bahwa Obama itu " a citizen of Indonesia, or that because he had dual citizenship at birth (British and American), he is not a natural born citizen of the United States, which is a requirement to be President of the United States under Article Two of the United States Constitution."
Media sosial. Barangkali David Letterman sengaja tidak menyebutkan nama Indonesia. Karena ia tahu :-), sertifikat kelahiran Obama yang asli itu masih tersimpan di Wonogiri. Walau di kelurahan mana, masih rahasia.
Kalau saja David Letterman menyebut Indonesia, tentu Obama akan mungkin memaksakan datang ke Wonogiri. Sambil makan bakso, sebagai seorang blogger yang serius, saya yakin dirinya akan mau membisiki bupati Wonogiri yang baru agar benar-benar serius, seperti dirinya, benar-benar memanfaatkan media-media sosial secara masif dan efektif dalam memutar roda pemerintahannya.
Misalnya, contoh mudah, meniru Obama yang tiap minggu wajib berpidato dan mengunggah video pidatonya di Youtube. Sebelumnya, George W. Bush meluncurkan pidatonya dengan fasilitas podcast.
Semoga saya keliru, Bupati Wonogiri yang baru, Danar Rahmanto, malah nampaknya belum pernah berpidato secara resmi untuk memaparkan visi dan misinya dalam memimpin Wonogiri di masa depan. Ketika dilantik, 1 November 2010, yang banyak berpidato justru gubernur Pak Bibit. Halo Mas Bupati, ayo segera beri kami rakyat Wonogiri informasi dan arahan, bagaimana Wonogiri yang Anda cita-citakan lima tahun mendatang ?
Ayolah, tak ada jeleknya untuk kebaikan, meniru yang baik dari tradisi di AS itu. Begitu dilantik pada tanggal 20 Januari 2009, Obama langsung menceritakan visi-misinya di hadapan rakyat Amerika Serikat.
Yang paling menonjol saat itu adalah dicanangkannya oleh Obama tentang era baru, era bertanggung jawab yang baru, di mana setiap warga Amerika Serikat memiliki tugas untuk diri mereka sendiri, untuk bangsanya, dan juga untuk dunia.
Kangen bakso. Obama kini sudah kembali ke Gedung Putih. Kunjungan singkatnya di Indonesia itu semoga mampu menginspirasi para sedulur Wonogiri yang jualan bakso di Jakarta. Pertama, siapa tahu, mungkin bisa ditelusur secara gethok tular, tentang kemungkinan ada bakul bakso asal Wonogiri yang pernah melayani Obama kecil di Menteng Dalam saat dirinya bersekolah SD di Jakarta tahun 1967-1970-an itu.
Kedua, siapa tahu pula, muncul inspirasi jenius lainnya : bakso Wonogiri segera membuka pasar baru di Washington. Juga kota-kota besar lainnya di dunia.
Ini bukan ide asli saya. Tetapi menuruti advis ekonom Hendri Saparini, saat di televisi mengomentari isi pidato Obama di UI, kampus saya jua, yang memunculkan wacana mengekspansikan nama-nama makanan asli Indonesia yang disebut oleh Obama sebagai "enak ya" tadi ke seluruh dunia.
Alangkah menariknya, bila nanti angkring bakso asli Wonogiri bisa sliwar-sliwer, wira-wiri, di Pennsylvania Avenue, jalan di depan Gedung Putih. Siapa tahu di balik pagar akan selalu muncul teriakan panggilan : "Bakso !" Itulah suara presiden AS Barack Obama yang kangen sama bakso asli Wonogiri, dari Indonesia.
Seribu kali lebih hebat. Obama telah pergi. Tetapi gaya pidatonya dan isinya masih akan lama untuk bisa kita kenang. Saya kecipratan manfaatnya.
Sekadar cerita, kebetulan saya diundang untuk menjadi nara sumber dalam pertemuan mahasiswa se-Indonesia yang diadakan oleh Stube-HEMAT, 6-7 November 2010 di Yogyakarta. Saya diminta membawakan lima makalah. Ada tentang revolusi media, media sosial dan epistoholik, kiat menulis surat lamaran/resume, merancang yel-yel a la suporter sepakbola dan juga kiat-kiat dalam merancang pidato yang hebat.
Gara-gara Merapi meletus, acara itu ditunda. Ada berkah terselubung, ketika Obama datang dan berpidato hebat. Saking hebatnya, Lasma Siregar, teman Internet saya di Melbourne Australia kirim email menarik. Ia cerita tentang Greg Sheridan, editor luar negeri surat kabar "The Australia," yang telah menulis di edisi Kamis 11 November 2010 tentang pidato Obama di Jakarta :
"This speech was a thousand times better than Obama's first big effort with the Muslim world, in Cairo in June last year. In Indonesia, he could credibly talk about democracy and human right, about pluralism and open civil society. These were not things Obama could say in Cairo or to the Arab world more generally".
Teman saya menimpali : "(Pidato) Obama di Jakarta 1000 kali lebih hebat daripada di Cairo ! (Karena) Indonesia punya demokrasi, HAM, reformasi dan kebebasan bersuara, sementara dunia Arab masih sibuk membicarakannya!"
Ethos, pathos dan logos. Kalau saja pertemuan dengan mahasiswa se-Indonesia di Yogyakarta tadi bisa benar terjadi, untuk menyampaikan makalah saya akan tinggal memutar video pidatonya Obama di UI tadi. Lalu bersama-sama membedahnya. Saya ingin meniliknya seperti isi surat pembaca yang saya kirim ke koran Kompas Jawa Tengah kemarin (15/11/2010) :
Dibalik Pidato Obama
Pidato Presiden Amerika Serikat Barack Obama (10/11/2010) memang memesona. Mungkin karena ia merasa nyaman ketika "pulang kampung," membuat pidatonya terasa menyambung dengan apa yang dipikirkan dan apa yang menjadi problema bangsa Indonesia saat ini.
Dalam ilmu berpidato Obama mempraktekkan formula ampuh, yang dikenal dengan pendekatan ethos (kredibilitas), pathos (empati) dan logos (logika). Kredibilitasnya, tentu tak diragukan lagi. Lalu dengan menyebut "Indonesia bagian dari diri saya," "sate," "bakso," "Bhinneka Tunggal Ika" sampai "Pancasila," Obama berhasil menunjukkan empati, dalam merangkul audiennya.
Setelah sukses dengan dua jurus itu, barulah ia memasukkan logika, antara lain membicarakan pelbagai isu tentang masa depan hubungan AS-Indonesia yang membutuhkan sumbangan dan peran masing-masing warganya.
Berkaca pada gaya berpidato tokoh-tokoh kita, bahkan juga pidato rutin di tempat-tempat peribadatan, yang sering lebih menonjol menomorsatukan logos. Audien dianggap sebagai botol kosong yang hanya bisa menerima jejalan pemikiran dari sang orator.
Pidato seperti itu jelas membosankan, membuat audien mengantuk, pesannya pun tidak pula masuk ke kalbu. Dampak sampingnya sering malah lucu, di mana sang orator menjadi tersinggung, lalu marah-marah.
Gaya pidato semacam ini nampaknya mencerminkan gaya kepemimpinan kuno dari pemimpin-pemimpin kita selama ini, yang merasa dirinya paling penting, paling pintar dan paling berkuasa, sementara rakyat yang harus melayani kepentingan-kepentingan mereka pula !
Bambang Haryanto
Warga Epistoholik Indonesia
Wonogiri 57612
Moga-moga bisa dimuat.
Lalu bisa menginspirasi bupati Wonogiri yang baru, untuk segera berpidato. Menyapa rakyatnya. Mengajaknya. Nguwongke warganya di mana pun berada.
Alangkah hebatnya bila dirinya mampu mengikuti keteladanan luhur dari pemimpin demokrasi asal Birma, Aung San Suu Kyi. Lihatlah, begitu bebas dari penjara rumahnya selama belasan tahun, yang pertama dia sampaikan adalah adalah pernyataan : "Saya akan mendengar apa kata rakyat dahulu, sebelum memutuskan langkah kita ke masa depan."
Wonogiri, 16 November 2010
tmw
2 comments:
Great post mas Bambang, pemimpin memang sosok sentral yang menjadi panutan warganya...
Thanks dHaNz. Tetapi di era serba terkoneksi melalui beragam jalur komunikasi di Internet seperti dewasa ini, masih ada pemimpin yang senang tinggal di "pulau", terisolasi, gaptek dan engga mau menjangkau rakyatnya (juga rakyat Wonogiri di luar Wonogiri, mungkin di manca negara),hanya akan membuat rakyat merasa tak terkait dengan dirinya.
Kita tunggu apa yang akan dilakukan dan dikatakan oleh bupati kita ini. Terus menulis ya. Salam.
Post a Comment