Oleh : Bambang Haryanto
Email : wonogirinews@yahoo.co.id
Stres Berat. “Mengapa rusaknya komputer mampu mengakibatkan stres 10 kali lebih berat dibanding stres akibat hal-hal lain ?” Itulah salah satu topik menggelitik yang muncul ketika saya meriset di Google. Apakah Anda pernah mengalami stres yang sama ?
Saat itu saya mengajukan topik “computer troubleshooting” di mesin pencari di Internet yang kreasi Larry Page dan Sergei Brin itu.
Saat itu komputer saya memang lagi rusak. Komputer jangkrik yang saya beli di Pasar Senen Jakarta, 2002, tiba-tiba keyboardnya tidak jalan. Ketika keyboard itu saya bawa ke warnet, dicoba operatornya, bisa jalan normal. Saya coba di rumah, tak bisa. Kemudian saya berkonsultasi ke Anisah Computer, sebelah timur SDN 1 Wonogiri. Mereka berkesimpulan bahwa sakit komputer saya itu lebih parah daripada yang semula diduga.
Konsekuensinya mengejutkan : motherboard harus diganti. Apa boleh buat. Sang “ibu” yang penampilannya jelek dan selalu ngumpet di kotak itu harus diganti. Sebelumnya memiliki prosesor merek VIA, yang mudah mengingatkan nama Sylvia dari agen Korean Airline, yang di tahun 1984 menemani saya saat di wisuda. Si VIA itu kini diganti Pentium buatan pabriknya Andy Grove yang punya slogan “Only The Paranoid Survive” seperti judul bukunya yang terkenal.
Mungkin saya ketularan, karena ketika komputer saya menjadi waras pun, paranoid itu seperti enggan pergi. Penyebabnya adalah, baru dua hari, keyboard merek Supreme yang baru itu sudah tidak berfungsi lagi. Bayangkan stresnya karena memikirkan harus membeli “ibu” yang kerempeng dan sialan itu lagi !
Berusaha bersikap sabar dan rasional, maka saya mencoba mencari solusi dengan meriset artikel-artikel di Internet yang bertopik “computer troubleshooting” tersebut. Tips yang diberikan oleh dua situs yang saya pelajari justru menakutkan : motherboard memang harus diganti. Harus diganti lagi, setelah jalan hanya dua hari ?
Ketika mencoba mencari penghiburan akibat saran kejutan yang menggiriskan itu, saya temukan pertanyaan yang muncul di awal tulisan ini. Memang betul, rusaknya komputer mampu memicu stres 10 kali lebih berat bagi kita semua !
Hadiah Ulang tahun Niz. Tanggal 16 April 2007, yang merupakan hari ulang tahun Niz, saya terpaksa menggotong lagi CPU saya ke Anisah Computer. Komputer saya tinggalkan, untuk pergi ke warnet Salsa yang ada di Pokoh. Operatornya ternyata Eko, saya kenal saat ia dulu bekerja di warnet CosmicNet, utara Kodim, yang menutup usahanya. Saya menulis email untuk mengucapkan selamat ulang tahun untuk Niz yang saat itu masih tertidur lelap dini hari, di kota London.
Sokurlah, ketika kembali ke Anisah Computer, motherboard ternyata tak ada masalah. Keyboard yang harus diganti, tanpa biaya. Saya merasakan lega, dan di rumah sambil mengopi balik pelbagai harta karun ke hard disk, saya menemukan kejutan-kejutan kecil. Kini komputer saya menjadi agak “Jawa” karena memiliki koleksi lagu-lagu Jawa. Antara lain 10 Campur Sari Pilihan Volume 1, Campur Sari Gunung Kidul – Album Sukses, 11 Koplo Dico The Best. Saya sekarang bisa mengenal suaranya Manthou’s, Nurhana, Sunyahni dan Wuryanti.
Salah satu lagu campur sari yang menarik perhatian adalah lagu “Gethuk Lindri” yang dinyanyikan oleh Wuryanti. Lagu itu memuja-muja kelezatan jajanan yang terbuat dari singkong itu, dan ini yang menarik dan sekaligus absurd, saat ia katakan bahwa gethuk lindri itu terkenal dari Wonogiri !
Dalam lagunya Wuryanti bercerita bahwa warung yang menjual gethuk lindri itu dijejali pembeli. Mereka harus antri. Penjualnya cantik, merak ati, dengan senyum serta lirikan mata menggoda. Kalau Anda membeli, dijamin tidak akan melupakannya. “Yen wis kadung ngincipi, ora liya mesti bakal bali,” simpul Wuryanti.
Mungkin saya yang salah. Tetapi hampir setiap pagi menyusuri jalanan di Wonogiri, saya belum pernah menemukan kios atau warung yang menjual gethuk lindri itu. Yang agak mudah dijumpai adalah penjual serabi, termasuk di mulut Jalan Kajen, jalan utama kampung saya. Tetapi di mana gethuk lindri itu dijual di Wonogiri ? Saya tidak tahu.
Saya mencoa merenung-renung : lagu menarik itu mungkin harus dianggap hanya fiksi. Indah, tetapi tidak nyata. Pelbagai kebohongan dengan kemasan indah itu bukan hal yang penting untuk dipertanyakan, digugat atau dikritisi. Ucapan dalang bahwa negara kita itu gemah ripah, tentrem lan toto raharjo harus didengarkan sebagai unsur musik semata. Hal serupa agaknya juga berlaku untuk slogan WISATA yang menempel pada hampir semua rumah di Wonogiri.
Wonogiri Adalah Kota Wisata ? Pemkab Wonogiri telah lama menentukan tagline atau slogan tersebut. Sebagian besar warga Wonogiri, yang baik-baik, penurut, pasif, memegang kuat budaya Jawa yang wegah rame itu, mungkin sudah melupakan fakta betapa kurang jumbuhnya antara slogan dengan kenyataan tersebut.
Sementara warga Wonogiri yang kritis, cendekia, sudah lama melupakan Wonogiri ketika mereka meninggakan kota ini. Wonogiri yang indah bagi mereka adalah masa lalu yang hanya mereka tengok saja di hari-hari Lebaran. Selebihnya, di kota tempat mereka mencari sesuap nasi justru dalam pergaulan berusaha menutupi fakta sebagai wong Wonogiri.
Identitas sebagai wong Wonogiri mungkin ibarat kita makan gethuk lindri : enaknya sekejap, tidak begitu bergizi, warnanya itu-itu pula dan tidak seperti kata Wuryanti, tidak makan gethuk yang satu ini juga tidak ada pengaruh apa-apa bagi kenikmatan, apalagi bagi kesehatan. Mungkin seperti halnya lagu campur sari, hanya bikin kita ngantuk ?
Selamat ulang tahun ke-266 Wonogiri !
Wonogiri, 9 Mei 2007
tmw
No comments:
Post a Comment