Thursday, May 31, 2012

Nalar Tidak Gatuk dan Rokok Di Wonogiri


Oleh : Bambang Haryanto
Email : wonogirinews (at) yahoo.co.id


Rumus tiga adalah salah satu rumus terkenal dalam dunia komedi.
Pentas Srimulat berkali-kali menampilkan rumus klasik itu.

Bayangkan sekarang di panggung berjajar para artis, katakanlah :

Dessy Ratnasari,
Becky Tumewu
dan Tukul Arwana.

Lalu pelawak Basuki akan memberi ibarat bagi ketiganya :

Platina,
Emas
dan Gembreng !

Sutera,
Bludru
dan Blangkrah !

Sebutan yang ketiga itulah yang diharapkan untuk meledakkan tawa. Presiden SBY dalam pidatonya dulu, juga selalu memakai rumus tiga itu. Tujuannya untuk memancing tepuk tangan hadirin..

rokok,sehat, iklan rokok di wonogiri, Papan iklan raksasa di jalan raya utama Wonogiri

Rumus tiga di Wonogiri. Di Wonogiri, saat jalan-jalan, sering saya temui rumus tiga itu pada billboard yang melintang di jalan utama. Tulisannya : "Wonogiri Bersih, Indah & Sehat." Saya sering  senyum-senyum sendiri karena pada billboard itu terpampang iklan rokok yang sangat besar..

Mas Ito alias Prof. Sarlito Wirawan Sarwono, pernah membisiki saya : itu cerminan dari apa yang disebut sebagai cognitive dissonance. Saya menyebutnya sendiri sebagai nalar yang tidak gatuk.

Namanya otak atau nalar yang sudah ditableg sama duit maka rokok pun dipakai untuk mengampanyekan cita-cita Wonogiri yang sehat.

Semoga guyonan ini bisa ikut mengisi catatan bahwa hari ini, 31 Mei 2012, adalah World No Tobacco Day. Hari Tanpa Rokok Sedunia. Tema tahun ini berjudul “Interferensi Industri Rokok terhadap Upaya Pengendalian Konsumsi Rokok”.

Menurut mantan Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Kartono Mohamad, tema itu bukan hal baru.  Karena industri rokok sudah lama berkongkalingkong dengan elit politik di negara manapun juga agar tidak mengendalikan konsumsi rokok. Dengan segala cara.

Untuk negara yang elit politiknya bermental korup, hal itu makin mudah (dan murah) bagi industri rokok. Jangan pula harapkan bahwa elit politik itu berpihak ke rakyat, apalagi melindungi kesehatan rakyatnya. Toh kalau rakyat sakit-sakitan, bukan mereka yang menanggung biayanya.

Anda punya pendapat ? Ada banyak cerita lanjutannya,dimana bila Anda berminat silakan klik saja di :
 


Wonogiri,31 Mei 2012

Saturday, May 19, 2012

The Cabuk Story

Oleh : Bambang Haryanto
Email : wonogirinews (at) yahoo.co.id



Si Hitam. Diplomasi mengenalkan cabuk Wonogiri rupanya butuh waktu puluhan tahun.

“Apa makanan khas Wonogiri ?” itu tanya Pak Taufik Soedarbo, diplomat yang malang melintang di Afrika, Eropa, dan terakhir di Timor Timur menjelang kemerdekaannya. 

Bersama dengan Ibu Bintari Tjokroamijoyo, istrinya, dan Anez, putrinya yang cantik dan kharismatik yang mahasiswi Arkeologi UI, kami ngobrol sambil makan malam. Ada sambal trasi di cobek, dan Pak Dubes makannya secara dipuluk.

“Cabuk,” jawab saya.

Mereka semua tidak faham.Tidak mudah menjelaskan makanan berbentuk pasta, hitam pekat, terbungkus daun pisang yang dipanggang api, beraoma daun kemangi, gurih, lumer dan bisa juga terasa pedas. Disantap bersama nasi hangat, terasa nikmat sekali.

Itu kejadian tahun 1986 di Cilandak, Jakarta.
Sejarah berulang.
Desember 2011 yang lalu.

Kini saya sengaja membawa cabuk langsung dari Wonogiri. Bisa kembali mengobrol lama dengan Pak Taufik, tetapi Ibu Bintari dan Anez tidak bersama kita lagi. Ibu wafat tahun 2007 dan Anez, kelahiran Brussels itu meninggal dunia di Bali, 2005. Saya sempat ziarah ke makamnya, di TPU Jeruk Purut.

Kembali ke cabuk. Yang kemudian memberi komentar justru kakaknya Anez, Mas Anto dan mBak Devi, istrinya. Mereka menyebutnya enak dan bertanya-tanya : “Di manakah bisa dibeli di toko Jakarta ?”

Apakah Anda masih sering kangen menyantap cabuk ?

Di Wikipedia, cerita tentang Wonogiri juga menyebut makanan cabuk, yang “akan lebih nikmat apabila disantap bersama-sama dengan  gudangan, yakni makanan yang berupa sayur-sayuran yang telah direbus dicampur dengan sambal dari parutan kelapa.”

Bahan dasar cabuk adalah wijen, dimana wijen dikenal sebagai ratunya minyak yang berasal dari tumbuhan biji-bijian (queen of the oil seed crop) karena keunggulan nilai gizi dan manfaat kesehatannya.

Untuk keluarga Pak Taufik, Mas Anto & mBak Devi, ada keinginan mengirimkan cabuk kepada mereka. Yang masih mengganjal : apakah tidak terjadi perubahan kimiawi selama dalam perjalanan bila dikirim via jasa kurir ? Jangan-jangan nanti membusuk, dan bahkan beracun :-( ? Bagaimana pengepakan yang terbaik ?

Apakah Anda punya pengalaman yang bisa Anda bagikan ?
Matur nuwun. Saya nantikan.

Wonogiri, 20 Mei 2012

Tuesday, May 8, 2012

Skandal “Mark Up” di Gedung DPRD Wonogiri

Oleh : Bambang Haryanto
 Email : wonogirinews (at) yahoo.co.id


Badai gugatan. Orang satu ini kalau cangkemane tidak bikin risi orang lain mungkin akan sakit mag atau ambeyen. Dialah : Marzuki Alie.

Saat berbicara di acara bertajuk “Masa Depan Pendidikan Tinggi di Indonesia,” di kampus UI, Marzuki Alie ngablak bahwa koruptor itu adalah orang-orang pintar, bahkan lulusan perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.

 “Para koruptor itu bisa dari anggota Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, anggota Himpunan Mahasiswa Islam, lulusan Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan lainnya. Tidak ada orang bodoh,” katanya.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Arindra A. Zainal tak setuju dengan cara berpikir Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie. Dengan pernyataan Marzuki Alie itu, kata dia, sama halnya dengan menganalogikan bahwa semua maling di Indonesia yang berada di penjara adalah orang Islam. Atau misalnya di negara lain Eropa seperti Italia, yang penghuni penjaranya warga beragama Katolik.

"Lalu, apa yang disalahkan agamanya? Kan tidak demikian," ujar dia. Ketua Program Studi Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) UI ini menuturkan, "Korupsi itu kan tergantung pada orang-orangnya. Jangan menggeneralisasi," kata dia.  

Vonis teroris. Logika berpikirnya politikus Partai Demokrat itu bikin saya ingat isi lelucon komedian muslim AS, Azhar Usman. Dalam akun Twitternya 13 April 2012 yang lalu, di mana saya jadi makmumnya ia, bilang : “Menvonis Islam berdasar tingkah laku para teroris seperti menghakimi kapitalisme berdasar kelakuan Bernie Maddoff. Goblog.”

Ulah Marzuki Alie itu kini menebar badai. Panen gugatan. Sementara itu KPK justru menyatakan, betapa wakil rakyat alias anggota DPR-DPRD, ternyata memuncaki daftar mereka yang diindikasikan melakukan tindak korupsi di tahun 2012 ini.

Halo, Marzuki Alie sang Ketua DPR, omongan Anda tentang alumni PTN yang terlibat korupsi itu apa trik sulap Anda untuk membelokkan perhatian, bukan ? Kapan-kapan Anda silakan datang di gedung DPRD Wonogiri, karena di sini terjadi tindak “korupsi” besar-besaran.

Padahal kantor ini sepertinya setiap hari menjadi jujugan dan pula jadi tongkrongan para wartawan, tetapi mereka sepertinya tetap engga “ngeh” juga. Kenapa ya ? Mungkin ini ilustrasi yang cocok, mencocoki, karena dicoba dicocok-cocokkan untuk fenomena itu. Alkisah, suatu hari saya pernah di sebuah warnet menemukan amplop kosong. Kop amplopnya : DPRD Wonogiri. Lalu ada tulisan tangan, bahwa amplop itu diberikan kepada seorang wartawan.

Saya tersenyum kecil, dan bersyukur sedikit. “Untung saya hanya seorang blogger, fesbuker, dan bukan seorang wartawan.” Di benak lalu tergambar ucapan pengacara muda idealis Rudy Baylor yang dibintangi Matt Damon dalam film The Rainmaker (1997) :

 “Setiap pengacara, minimal dalam satu kasus, dirinya merasa telah menyeberangi batas yang tidak sengaja ia lakukan. Itu terjadi begitu saja. Tetapi apabila Anda kemudian ternyata berkali-kali menyeberangi batas itu, maka batas tersebut akan lenyap selamanya. Dan Anda kemudian akan menjadi bukan siapa-siapa lagi, kecuali menjadi pengacara dagelan. Anda masuk barisan sebagai seekor hiu lainnya lagi untuk berenang-renang dalam air comberan.”  

Mark-up 6 digit. Tapi ngomong-ngomong, apa sih bentuk “korupsi” di kantor DPRD Wonogiri ? Saya ingin tanya Mas Bambang Tri Subeno, kode pos kelurahan Anda, Wuryorejo, 57614. Kelurahane mas bupati, di mana warna cat rumahnya dan cat pagar garasi bisnya kini “menulari” habis-habisan pohon-pohon dan tempat sampah di pelbagai lokasi di Wonogiri, punya kode pos : 57681.

 Lalu Wonokarto, rumahnya Mas Anto (yang masih waris sama saya), adalah : 57612. Ternyata masih sama dengan kodepos rumahnya Mas Mujtahid dan kampung saya yang sama-sama masuk Kalurahan Giripurwo.

Lalu kantor DPRD Wonogiri (foto) yang juga masuk Giripurwo, mengapa punya kode pos tersendiri ? Aturan normalnya, se-Indonesia, kode pos itu 5 digit, kok di kantor para wakil rakyat Kota Gaplek ini justru pethakilan menjadi 6 digit ? Menjadi : 576551 !

Mungkin itu kode pos untuk daerah eksotis Wonogiri yang tidak terjangkau oleh pengawasan rakyat, di mana uang, politik, kekuasaan dan keserakahan, bergelut dan terpilin menjadi menu mereka sehari-hari.

Wakil rakyat, wakil rakyat.
Kodepos wae melu-melu keno mark-up !


Wonogiri, 8 Mei 2012