Tuesday, December 19, 2006

E-mail dari New Haven, Wiji Thukul, dan Jadi Turis di Wonogiri

Oleh : Bambang Haryanto
Email : wonogirinews@yahoo.co.id



Email itu datang dari New Haven, Connecticut, Amerika Serikat. Pengirimnya Tinuk R. Yampolsky. “Mas Heri Teksi, ini Tinuk. Mungkin nama ini sudah tenggelam dalam ingatan mas Heri, tapi kita pernah saling tahu lebih dari 20an tahun yang lalu ketika Kamandungan sempat menjadi pos bagi para teman-teman yang hidupnya setengah mbohemian. Mudah-mudahan ingat. Kebetulan sekali waktu aku cari-cari artikel tentang Indonesia di Google, menemukan website anda. Jadi aku coba contact.”

Dua puluh tahun lalu saya punya nama sebagai seniman : Hariteksi B. Haryanto. Kala itu, 1977-1980, saya menjadi aktivis kesenian di Kamandungan, muka kraton Surakarta. Tinuk yang saat itu mahasiswa Sastra Indonesia UNS Sebelas Maret, termasuk juga dalam lingkar pergaulan kalangan aktivis Solo itu.

“Sejak tahun 1987 aku pindah ke AS. Tapi sejak 2001 sebenarnya aku balik ke Jakarta, karena bojoku selama 6 tahun lebih diposkan di Jakarta di kantor Ford Foundation. Sayang sekali kita tak sempat ketemu selama aku tinggal di Jakarta, dan sering balik ke Solo. Mas Murti dan yang lain-lain masih sempat ketemu. Sejak Agustus kemarin aku balik lagi ke AS, karena tugas bojoku selesai. Kami tinggal di Connecticut sekarang, Philip bojoku akan sabbatical setahun dan akan menjadi fellow di Yale University. Anakku satu, dan di High School sekarang.”

Tentu, saya belum lupa akan dirinya. Lalu emailnya saya balas, termasuk menceritakan bahwa aku sempat membaca di surat kabar bahwa Tinuk telah membuat film dokumentasi seputar hilangnya penyair dan aktivis buruh Solo, Widji Thukul, menjelang kejatuhan rejim Soeharto.

Cerita Tinuk di emailnya kemudian : “Tentang Widji Thukul, ini salah satu keprihatinan mendalam yang tak bisa hilang dari pikiranku. Ketika Soeharto jatuh, aku masih di Connecticut. Dan sudah mendengar kalau Thukul tak lagi pernah pulang sesudah beberapa tahun menjadi buronan militer. Dalam jarak sepuluh ribu mile dari tanah air, berita-berita semacam ini bener-bener bikin aku kayak hidup dalam horor. Terutama karena bagaimanapun Thukul adalah salah seorang teman yang kukenal dekat di tahun-tahun ketika kita semua masih aktif di dunia kesenian di Solo.”

Saya juga tahu sosok Widji Thukul. Saat itu mungkin ia masih duduk di SMP ketika dirinya sering hadir dalam pelbagai perhelatan kesenian di Kamandungan dan PKJT Sasonomulyo. Widji Thukul kemudian menjadi penyair, aktivis kesenian dan pejuang buruh.

”All a poet can do today is warn,” demikian tegas Wilfred Owen (1893-1918), penyair Inggris. Widji Tukul yang menulis puisi-puisi tentang kemiskinan dan protes sosial di kala rejim Soeharto dan militer begitu represif, sebenarnya juga menyuarakan peringatan. “Hanya ada satu kata : lawan !,” demikian salah satu mantranya yang terkenal dalam salah satu puisinya. Nampaknya Widji Thukul kemudian harus membayar mahal untuk semua itu. Ia tak lagi pulang ke rumah.


Emailnya Tinuk dan cerita tentang Widji Thukul mengisi benakku saat melakukan jalan kaki pagi, 20/12, menuju arah selatan.

Acara sampinganku : mengirimkan majalah Freekick untuk perpustakaan SMP Negeri 3 Wonogiri. Gedungnya dulu merupakan gedung milik SPG Negeri. Tanggal ini adalah tepat satu tahun meninggalnya Widhiana Laneza, perempuan mempesona kelahiran Brussels, di Denpasar, Bali : tepat tiga hari sesudah pernikahannya.

Jalan kakiku mencapai Tugu Ganesha, monumen yang dibangun mantan Tentara Pelajar di Pencil. Kalau naik bis menuju Pracimantoro, akan kelihatan di sisi kanan. Sebagai guyon, nama kampung ini sering aku sebut sebagai Pencilvania. Kalau mau berjalan setengah kilometer ke selatan lagi, aku mampu mencapai bibir Waduk Wonogiri.

Pada tahun 1990-an sering aku temui rombongan bapak-bapak berjalan kaki menuju tepian waduk ini. Antara lain rombongan Pakde Sukiyo (“ayah Mas Anto, mBak Desi, Mas Chandra, suami dari Bude Harni yang mantan guru geografi SMA Negeri 1 dan mantan Kepala Sekolah SMA Negeri 2”) bersama Pak Mufid, mantan guruku dalam pelajaran bahasa Inggris di SMP Negeri 1 Wonogiri.

Rombongan lain adalah Bah Jomo, pemilik toko kelontong dekat Pasar Wonogiri, bersama rekan-rekannya. Bah Jomo merupakan "ikon" di Wonogiri. Awet muda. Aku ingat, ia pun melayat saat ayahku, Kastanto Hendrowiharso, meninggal tahun 1982. Pernah saya ke tokonya untuk membeli bahan ritsluiting, segera muncul ceritanya. Tentang tokonya yang semakin sepi pembeli, harus mengurangi karyawan, gara-gara di dekatnya berdiri toko swalayan baru.

Dulu juga saya sering ketemu dengan Pak Slamet, asal Jagalan. Ia sering membawa-bawa beban, tongkat besi. Sayang, sesudah pensiun dari DLLAJR, Pak Slamet tidak mudah saya temui lagi di jalanan pagi Wonogiri. Bapak Sarono dari Kedungringin, ayahnya Mas Sigit, juga saling menyapa bila berpapasan di pagi hari. Kini beliau lebih sering saya temui saat mengayuh sepeda.

Di kampung saya, praktis hanya saya sendiri yang rutin melakukan jalan kaki pagi. Soliter. Ada keuntungan tersembunyi ketika menyusuri jalanan pagi secara sendirian itu.

“Beberapa orang melakukan jalan kaki pagi sebagai waktu untuk berdoa, bermeditasi atau berpikir. Secara sendirian melakukan jalan kaki akan membantu Anda memperoleh perspektif dan keseimbangan. Jalan kaki bermanfaat untuk mengurangi stres, menjernihkan pikiran, menggali sisi kreatif Anda, menemukan gagasan-gagasan baru dan memecahkan masalah,” demikian kesimpulan situs AARP (American Association of Retired Persons), organisasi kaum pensiunan Amerika Serikat.

Tawaran beragam keuntungan yang menggiurkan. Untuk memaksimalkannya, saya selalu membawa bloknot dan bolpoin saat berjalan kaki. Ketika gagasan muncul, segera saya menuliskannya. Melakukan jalan kaki pagi secara sendirian juga bermanfaat untuk menjaga jarak dengan lingkungan sekitar.

Dengan posisi ini saya berusaha selalu menjadi wisatawan di kota sendiri, sehingga setiap kali tetap mampu menikmati hal-hal kecil yang mungkin sudah tidak ada nilainya apabila saya telah lebur atau melebur dengan lingkungan. Manfaat lain dari upaya menjaga jarak itu adalah mampu melakukan kritik terhadap ulah kaum birokrat kota Wonogiri ini :


Parodi Parade Penjor
Dimuat : Kompas Jawa Tengah, Sabtu, 2 September 2006


Manajer MURI, Paulus Pangka, pernah mengeluh karena rekor-rekor yang diajukan ke lembaganya kebanyakan hanya bertumpu pada pencapaian prestasi yang bersifat superlatif. Rekor-rekor superlatif itu seperti X terpanjang, Y terbanyak sampai Z terbesar dan sejenisnya. Menurutnya, rekor semacam itu seringkali tidak unik, tidak berkelas dunia, karena mudah sekali untuk dipecahkan oleh fihak lain. Kasarnya, selama UUD (ujung-ujungnya duit) ditegakkan, maka membuat rekor atau menumbangkan rekor MURI semacam itu menjadi hal yang mudah sekali dilakukan !

Rekor-rekor kelas superlatif dan menjunjung tinggi “UUD” itulah yang kini digandrungi unsur-unsur birokrat pemerintah daerah. Mereka getol memobilisasi massa, mungkin dengan unsur setengah paksaan, terkait acara seremonial seperti HUT Kemerdekan atau Hari Jadi Pemda/Pemkot, dengan mengadakan acara-acara artifisial untuk tujuan meraih rekor MURI.

Sebuah kabupaten di Jawa Tengah pernah mengadakan acara Kirab 1000 Keris, pesertanya membeludak hingga lebih dari 2000. Tetapi konon dari cek acak tim MURI ternyata banyak peserta yang terdiri para pelajar itu membawa keris-keris palsu (birokrat sengaja mengajarkan budaya dusta atau perilaku korup pada generasi muda ?), mengakibatkan piagam MURI batal diserahterimakan. Acara artifisial yang sungguh memboroskan moral dan material !

Dalam memperingati HUT Kemerdekaan RI, jajaran birokrat kabupaten yang sama baru saja mengadakan acara pawai/parade umbul-umbul (bahasa Balinya penjor), juga dengan semangat untuk meraih Piagam MURI. Mereka memobilisasi para pelajar lagi. Adakah makna penting dari fenomena bambu-bambu berujung bengkok, berhias kain warna-warni itu, sehingga harus diparadekan oleh generasi muda kita ?

Saya teringat lelucon pengamat ekonomi Hartoyo Wignyowiyoto yang berlidah tajam dan cerdas itu. Dalam acara televisi di masa Orde Baru ia berkata bahwa budaya Indonesia dapat diibaratkan sebagai sosok penjor atau umbul-umbul itu. Karena selama ini di Indonesia, katanya, mereka yang bengkok-bengkok selalu berada di atas, selalu dihormati, juga dielu-elukan, sementara mereka yang lurus dan di bawah, justru dikubur dan selalu dibenamkan !


Bambang Haryanto
Pemegang Dua Rekor MURI
Jl. Kajen Timur 72 Wonogiri 57612
Warga Epistoholik Indonesia


Wonogiri, 20-21 Desember 2006


tmw

Sunday, December 17, 2006

Tokoh Majalah TIME 2006 Dari Wonogiri

Oleh : Bambang Haryanto
Email : wonogirinews@yahoo.co.id




Pertandingan Everton-Chelsea terhenti semalam di Wonogiri. Tuan rumah unggul lebih dulu melalui gol penalti Mikael Arteta. Sejurus kemudian, Minggu Malam 17 Desember 2006 itu, listrik padam. Sepertinya seluruh Kota Gaplek ini mengalami gelap gulita total. Aku memutuskan untuk tidur daripada menunggu listrik hidup kembali. Acara parodi politik Republik Mimpi di MetroTV, dimana sang kreatornya Effendi Gazali kadangkala ber-SMS-an dengan saya, hanya bisa aku tonton di alam mimpi.

Ada pepatah abad 15 bilang, early to bed and early to rise, makes a man healthy, wealthy, and wise. Lebih awal berangkat tidur, lebih awal bangun pagi, menjadikan dirinya dikaruniai sehat, kaya dan bijaksana. Nasehat yang menarik, walau pun seorang humoris Amerika, James Thurber (1894–1961) punya pendapat rada berbeda : Early to rise and early to bed makes a male healthy and wealthy and dead. Lebih awal bangun pagi dan lebih awal berangkat tidur membuat pria sehat, kaya dan mati.

Bagi saya, nasehat yang pertama kali ini yang mengena. Tidur lebih awal membuat saya bisa bangun lebih pagi dan memutuskan untuk melakukan ritus jalan kaki pagi. Saya memilih rute utara, yaitu menuju kawasan Wonokarto.

Daerah ini disebut sebagai perluasan Wonogiri. Pagi itu saya ingin menuju SMA Negeri 2 Wonogiri dan SMK Negeri 1 Wonogiri. Ada keperluan penting apa sehingga pagi-pagi saya perlu pergi ke sekolah-sekolah tersebut ?

Saya bukan guru. Tahun 1973-1979 memang saya pernah berkuliah di fakultas keguruan, yaitu Fakultas Keguruan Teknik (FKT) IKIP Surakarta, yang kemudian melebur dalam UNS Sebelas Maret. Saya melanjutlkan berkuliah ke FKT ini karena saya setelah lulus SMP Negeri 1 Wonogiri rupanya memilih sekolah yang “salah,” yaitu Jurusan Mesin STM Negeri 2 Yogyakarta.

Saat itu sebenarnya saya juga diterima di SMA Negeri 5 Yogyakarta. Saya sebut sebagai “salah” karena di STM kawasan Jetis Yogya ini saya dikenal oleh kawan-kawan sebagai pelajar “STM Sastra.” Karena menyukai pelajaran bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan rutin menulis lelucon untuk majalah Aktuil, Bandung. Semua itu kini memang sudah menjadi bagian sejarah hidup saya.


Pagi itu saya harus pergi menuju kedua sekolah tersebut untuk mengirimkan majalah sepakbola Freekick, terbitan Jakarta. Edisi 12, Desember 2006. Sampulnya putih dengan topik utama : Boxing Day. Ini ritus pertandingan sepakbola Liga Inggris sehari setelah Natal.

Setiap bulan saya memperoleh 30 eksemplar majalah gratis ini. Nama saya memang tercantum dalam boks redaksi sebagai kontributor. Agar majalah ini lebih banyak dibaca dan lebih lama beredarnya, saya memutuskan sebagian besar eksemplarnya saya distribusikan ke pelbagai perpustakaan sekolah di Wonogiri. SMP Negeri 1, 2 dan 3. SMA Negeri 1 dan 2. SMA Pancasila 1 dan SMK Pancasila 1. Juga untuk perpustakaan umum Wonogiri yang rutin saya kunjungi. Lalu beberapa pribadi.

Di SMK Negeri Wonogiri, saya memiliki teman, guru bahasa Inggris. Bagyo Anggono. Rumahnya sebenarnya berjarak sekitar 200 meter dari rumah saya. Tetapi kami sebelum November 2004, ya ampun, tidak saling mengenal. “Mohon maaf ya Bagyo, aku sungguh tidak mengenalmu, kita beda generasi, walau kau telah mengenal diriku dan saudara-saudaraku.”

Bagyo Anggono dan saya secara resmi baru berkenalan di Jakarta. Tanggal 23 November 2004 ketika berlangsung acara welcome dinner di Restoran Bruschetta, Hotel Borobudur International. Saat itu kami sama-sama masuk final mengikuti kontes Mandom Resolution Award (MRA) 2004 yang berlangsung hingga tanggal 26 November 2004.

Bagyo Anggono saat itu mengajukan resolusi yang bagi saya menarik. Ia memiliki inovasi dalam pengajaran bahasa Inggris sehingga murid-muridnya mampu lulus seratus persen dalam ujian nasional. Inovasinya ini kemudian mendapatkan pujian khusus dari Ketua Dewan Juri, Prof. Sarlito Wirawan Sarwono, yang saat itu juga menjabat Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Dalam MRA 2004 ini akhirnya Wonogiri menempatkan dua pemenang, yaitu Bagyo Anggono dan saya sendiri.

Photobucket - Video and Image Hosting

Dua Wong Wonogiri Di Panggung Mandom Resolution Award 2004. Sepuluh pemenang berpose di panggung Malam Anugerah MRA 2004. Dari kanan : Sarlito Wirawan Sarwono (Ketua Juri), Tarjum (Subang, Juara 1), Soleman Betawai (Jakarta, 2), Bambang Haryanto (Wonogiri, 3), Ilham Prayudi (Jakarta, 4), Deny Wibisono (Jember,5), DR. Ir. Slamet Sudarmaji, M.Sc (Yogyakarta, 6), Hisyam Zamroni (Karimunjawa, 7), Bagyo Anggono (Wonogiri, 8), Dian Safitri (Jakarta, 9), dan Hariyadi (Yogyakarta, 10).


Sejak reuni dua wong Wonogiri di Jakarta itu terjadi, memang saya pernah bertemu Bagyo Anggono beberapa kali. Tetapi hanya saling melambai, ketika ia melintas di jalanan dengan mobilnya. Jadi saya tidak tahu apa yang terjadi kini dengan inovasinya itu. Inovasinya yang menarik tentang pengajaran bahasa Inggris itu, menurut hemat saya, sebaiknya juga disosialisasikan untuk khalayak yang lebih luas di luar pagar tembok sekolahnya.

Itu harapan terpendam saya. Siapa tahu, revolusi dari putra Wonogiri ini mampu meng-Indonesia. Menjadi bisnis pelatihan bahasa yang unik. Yang pasti, inovasinya ini akan mampu memperluas penguasaan bahasa Inggris warga Wonogiri. Yang pada ujungnya mampu mendongkrak rasa percaya diri yang lebih kuat bagi warga Wonogiri untuk berani tampil ke depan dalam pergaulan di era global dewasa ini.

Ya – siapa tahu.


Sambil melambungkan harapan itu, jalan kaki pagi saya, seperti biasa, sambil menguping siaran Radio BBC Siaran Indonesia. Saya mendapatkan info bahwa semalam ternyata Chelsea tidak jadi kalah. Michael Ballack (“yang pindah dari Muenchen ke Chelsea karena konon ingin belajar bahasa baru, bahasa Inggris”) mampu membuat gol. Demikian juga Frank Lampard dan Didier Drogba, hingga tim asuhan Jose Mourinho itu justru menang 2-3.

Sementara Manchester United kalah dari tuan rumah West Ham, 1-0. Akibatnya persaingan Chelsea vs MU makin ketat. Hanya selisih 2 angka dengan keunggulan di timnya Sir Alex Ferguson.

Siaran BBC yang sangat menarik bagi saya pagi itu, adalah keputusan majalah terkenal TIME yang memilih para pembacanya sebagai Tokoh Tahun 2006. Siangnya saya tengok di Internet dan saya temukan :

Photobucket - Video and Image Hosting

Bikin GR dan Bangga. Person of the Year : You. Yes, you. You control the Information Age. Welcome to your world. Sebagai blogger dan pendiri komunitas Epistoholik Indonesia sejak tahun 2003, kata-kata di sampul TIME tersebut sungguh memicu kegembiraan tersendiri bagi diri saya. Cita-cita saya sejak 2003 agar semua kaum epistoholik, pencandu penulisan surat-surat pembaca, memiliki blog masing-masing sebagai perwujudan budaya berdemokrasi, ikut bersuara dan beropini, kini seolah memperolah konfirmasi.


Untuk menvisualisasikan pandangan TIME tersebut maka pada halaman depan majalah edisi bersejarah itu telah tertempel cermin yang terbuat dari mylar. Jumlah totalnya adalah 6.965000 cermin. Ini merupakan edisi TIME yang terbanyak yang dicetak. “Kami memilih memasang cermin di sampul karena benar-benar mencerminkan ide bahwa Anda, bukan kami, yang mentransformasikan era informasi,” tutur Richard Stengel, Redaktur Pelaksana TIME.


Sebelumnya ia mengatakan, “para individulah yang mengubah sifat era informasi, para kreator dan konsumen informasi yang diproduksi oleh mereka sendiri tersebut yang telah mentransformasikan seni, politik dan perdagangan, karena merekalah sosok warga negara yang terlibat dalam kancah demokrasi digital yang baru.”

Keputusan TIME yang sangat fenomenal. Walau harian Kompas (18/12) hanya memuat berita ini dengan porsi teramat kecil, bagi saya, hal itu sangat membesarkan hati. Istilahnya, saya ikut GR, gede rasa. Saya memang tinggal di Wonogiri, tetapi bertahun-tahun pernah membaca-baca majalah TIME yang saya beli dari lapak buku dan majalah bekasnya Pak Yono (“asal Sragen”) di depan kantor PMI Kramat Jaya Jakarta. Sehingga saya merasa penghargaan itu juga untuk saya. Penjelasan wartawan Lev Grossman dari TIME sungguh menarik kita simak :


“Kami melihat ledakan produktivitas dan inovasi, dan fenomena ini barulah awal, bagaimana jutaan otak yang biasanya tenggelam dalam obskuritas, alias tidak dikenal, kini menyepak balik sebagai pelaku ekonomi intelektual global. Siapa saja mereka ?

Sesungguhnya mereka adalah orang yang duduk di depan komputer sesudah seharian bekerja dan berkata, saya tidak akan menonton “Lost” di televisi malam ini. Bagaimana kalau saya menghidupkan komputer dan merancang film dengan iguana, binatang kesayangan saya, sebagai aktor utamanya ? Bagaimana kalau saya mencampur aduk musik kelompok 50 Cent dengan instrumentalia dari kelompok musik Queen ? Bagaimana kalau saya menulis blog untuk menuangkan uneg-uneg tentang diri saya, tentang negara, atau tentang masakan stik dari restoran baru kotaku ? Siapakah yang memiliki waktu dan energi serta gairah semacam itu ?

Jawaban yang sebenar-benarnya adalah : Anda. Dan sebagai penguasa kendali media global, sebagai fondasi dan bingkai demokrasi digital yang baru, yang bekerja tanpa pamrih dan mengalahkan kalangan profesional dengan cara mereka sendiri, maka Tokoh Tahun 2006 dari majalah TIME adalah Anda.”

Diam-diam hatiku ikut bersorak.

Karena di kota kecil saya, Wonogiri ini, saya pun dalam beberapa waktu telah ikut sebagai pelaku aktif dalam arak-arakan peradaban baru, peradaban demokrasi digital baru yang bersejarah itu. Sebagai pendiri komunitas Epistoholik Indonesia, saya tak henti mempromosikan penguasaan blog bagi warga komunitas saya.

Dari Wonogiri saya memang mengelola blog sejak tahun 2003. Secara kasar hingga kini jumlahnya melebihi 40-an. Blog The Morning Walker yang baru ini, sebagai bagian dari kluster blog WonogiriNews, merupakan blog yang saya rancang ke depan untuk khusus berfokus pada kota saya Wonogiri. Saya memproklamasikan hadir kini sebagai placeblogger, istilah menarik yang saya petik dari Steven Johnson, yang artinya merujuk kepada penulis blog yang memfokuskan tulisannya pada daerah di mana ia tinggal.

Pengelolaan media berbasis digital ini merupakan ujud kecintaan dan kegairahan saya sebagai warga Wonogiri untuk aktif berbicara kepada dunia.



Wonogiri, 18 Desember 2006.

tmw

Thursday, December 14, 2006

Kajen Kampungku, Pak Pos dan Surat Pembaca

Oleh : Bambang Haryanto
Email : wonogirinews@yahoo.co.id


Wonogiri berada pada ketinggian 144 meter di atas permukaan laut. Angka itu aku baca di papan nama stasiun kereta api. Stasiun tersebut berjarak sekitar satu kilometer, di arah barat dari rumahku. Aku tinggal di kampung Kajen, Giripurwo, Wonogiri. Tepatnya di Jalan Kajen Timur 72. Ini alamat lama. Yang baru adalah Jalan Semangka II No.17.

Alamat lama rumah ini, hmm, lumayan terkenal. Utamanya bagi pak pos. Bukan bermaksud menepuk dada, karena penghuni rumah ini relatif sering memanfaatkan jasa pos. Adikku, Basnendar, seorang kartunis. Wesel berupa honorarium dari koran-koran yang memuat kartunnya dialamatkan ke rumah ini. Ketika ia kini sedang menempuh pendidikan lanjutan pasca sarjana di ITB Bandung, aku jadi tukang tanda tangan saat menerima carik wesel dari pak pos.

Tidak hanya sekali pak pos segera mencegatku ketika kami berpapasan di jalanan bila ada surat atau wesel yang harus disampaikan. Terjadilah “transaksi” di luar rumahku. Pernah seorang adikku, Broto Happy W., mengirimkan kartu ucapan untuk ulang tahunku di bulan Agustus 2006 yang lalu. Saat itu ia sebagai wartawan Tabloid BOLA sedang meliput turnamen bulutangkis di Batam. Kartu ucapan itu langsung disampaikan pak pos Wonogiri ketika kami kebetulan bertemu di pasar. No problemo.

Pak pos Wonogiri, terutama pegawai lamanya, nampak akrab dengan alamat ini, antara lain juga karena ibuku pernah berjualan, membuka dasaran, di kantor pos. Ibuku, istri purnawirawan TNI-AD, mengkreditkan keperluan rumah tangga, yaitu pelbagai macam kain dan pakaian, seperti tas belanja sampai sarung bantal, untuk para pensiunan yang mengambil gaji pensiunannya di kantor pos.


Efek Surat Pembaca. Selain digunakan oleh Basnendar, ketika menulis surat pembaca untuk koran Kompas Jawa Tengah aku juga menggunakan alamat ini. Ada efek samping kecil-kecilan yang muncul dari “keterkenalan” alamat rumahku dan kampungku ini.

Suatu saat aku menyucikan setelan jas ke agen laundry yang tokonya sekitar 600 meter dari rumahku. Terus terang, aku tidak mengenal pemilik toko ini. Ketika aku harus mencatatkan nama dan alamat, sejurus si mbak pemilik toko itu berkomentar, “yang sering menulis di Kompas ya ?” Itu kejadian sekitar setahun lalu.

Mudah-mudahan ia sekarang ini masih bersedia membaca surat-surat pembacaku. Atau mungkin masih ingat surat pembacaku yang mempromosikan perpustakaan di kota kecil ini ? Inilah surat pembacaku tersebut :


Kontes AFI di Perpustakaan
Dimuat : Kompas Jawa Tengah, Selasa, 13 Juli 2004.

Mirip mekanisme kontes AFI atau Indonesian Idol, Perpustakaan Umum Wonogiri menempuh kebijakan serupa yang patut dipuji, dengan memberi kebebasan kepada anggota dan pengunjung perpustakaan mengajukan pilihan buku yang diinginkannya untuk menjadi koleksi perpustakaan. Peluang untuk memilih buku itu terbuka di bulan Juni –Juli 2004 ini !

Oleh karena itu, kepada warga Wonogiri yang haus ilmu pengetahuan demi meningkatkan kualitas diri dengan gigih belajar terus tanpa henti, saya imbau untuk memanfaatkan peluang emas ini. Sebab seperti kata sejarawan dan filsuf politik Skotlandia, Thomas Carlyle (1795-1881), the true University of these days is a collection of books atau universitas sejati masa kini adalah perpustakaan, maka biasakanlah berkunjunglah ke perpustakaan yang berada di kompleks bagian depan GOR Wonogiri ini. Termasuk kali ini, silakan ajukan data buku yang Anda inginkan agar menjadi koleksinya dan suatu saat akan Anda reguk ilmunya.

Untuk pengadaan tahun anggaran 2005 mendatang yang memperoleh penekanan untuk dikoleksi adalah buku-buku bersubjek pendidikan dan kewiraswastaan. Anda dapat mengajukan buku bersubjek penting di atas bila kebetulan Anda sudah memiliki data bibliografinya (nama pengarang, penerbit, tahun terbit dan harga). Atau silakan memeriksa pelbagai katalog penerbit yang sudah tersedia di sana untuk membantu menentukan pilihan Anda.

Sementara itu, untuk warga Wonogiri yang sudah sukses dan kini merantau, tak ada salahnya Anda kini ikut berperanserta dalam pengembangan sumber daya generasi muda Wonogiri dengan menyumbangkan buku-buku untuk perpustakaan Wonogiri. Jangan lupa, tuliskan data nama Anda di buku tersebut, sehingga kami akan selalu mampu mengenang amal dan kebaikan Anda di dalam hati kami. Siapa tahu, suatu saat nanti kami akan meneladani perbuatan bijak dan mulia Anda tersebut. Terima kasih.

Bambang Haryanto
Epistoholik Indonesia
Suporter Perpustakaan Wonogiri
Jl. Kajen Timur 72 Wonogiri 57612


Wonogiri, 15/12/2006

tmw

Wednesday, December 13, 2006

The Morning Walker : The Morning Journey

Hobiku jalan kaki pagi, di kota kecil Wonogiri.
Banyak cerita akan aku tulis di blog ini.


Bambang Haryanto
14 Desember 2006